Pada dasarnya, belajar adalah kegiatan yang seru untuk
dijalani. Bagaimana tidak, ia dapat mengungkap berbagai misteri. Apakah yang
lebih indah di sini, jika bukan misteri yang akhirnya tersibak? Sesungguhnya otak
tak pernah ingin diam dan stagnan, ia selalu meronta untuk digunakan sesuai
tujuan ia diciptakan; berpikir. Maka otak manakah yang tak bahagia, karena
selalu dibuat sibuk belajar oleh pemiliknya karena dengan itu ia berpikir. Seperti
kata orang bijak ; pikiran yang sibuk adalah pikiran yang bahagia. Bacalah! Demikian
untuk pertama kalinya Tuhan berfirman.
Ketika beberapa mahasiswa tua terang-terangan mengatakan
bahwa mereka belajar hanya untuk mendapat ijazah dan gelar, mereka terlalu merendahkan,
terlalu naïf, terlalu absurd dan sangat menyedihkan. Niat D3 menjadi S1 mereka
itu sungguh menyedihkan. Seharusnya pemikiran seperti itu tak pernah ada,
apalagi pada orang-orang tua yang seharusnya membimbing anak-anak muda yang
kadang meledak, yang terkadang surut tak tentu arah. Tapi inilah dunia yang
harus dimaklumi, tua tak selalu bijak.
Tulisan ini, memang terbit dari hati yang terluka, dari kita
yang terlunta-lunta untuk bisa terus belajar dan selalu berusaha mencintai
aktivitas ini. Terluka? Ya memang terluka, bahkan sedikit parah dan hingga lama
menangis. Mereka yang berbicara tabu itu adalah para guru SD yang yang telah
lama mengajar. Bukankah gurulah yang seharusnya menjadi orang pertama yang
menempatkan aktivitas belajar dalam dulang emas yang senantiasa dijunjung takzim
di atas kepala-kepala mereka, atau dalam carano perak yang mesti digendong
dengan penuh rasa?
Hati semakin sendu, ketika kebanyakan mereka mengerjakan
ujian dengan mata liar karena sangat bernafsu menyontek jawaban kawan-kawannya.
Juga mencuri-curi melihat jimat dan kelakuan culas lainnya. Jika tadinya mereka
telah merendahkan belajar, sekarang juga memperkosa nilai-nilai kejujuran. Anda
memang tua, saya mungkin sebantaran anak bungsu Anda, tapi Anda tak lebih dari
kanak-kanak picik yang tak pernah diajar orang tuanya. Mereka merepet-repet
dalm bisik ketika aku memberantas segala keculasan mereka dan menulis nama-nama
mereka dalam berita acara. Sungguh sempurna untuk sebuah antagonisme; tua, bermata
liar dan suka nyontek. Sangat menjijikkan.
Lebih aneh lagi ketika mereka beralasan ; kami sudah tua dan
tak bisa lagi belajar. Itu hanya pembenaran yang tak selalu benar. Mungkin saja
kemampuan otak tak seperti muda dulu, tapi apakah lantas itu menjadi alasan
untuk menghalalkan segala kecurangan? Sudah seharusnya masa-masa tua adalah
masa yang lebih bersih dari kebodohan dan kesalahan. Seperti kata orang ; To
Be old and wise you must be young and stupid, untuk menjadi tua dan bijak,
anda harus muda dan bodoh. Jika kebodohan mesti ada, cukuplah kami yang muda
ini tergelincir di sana, dan ketika itu terjadi Anda-lah yang seharusnya
menolong kami.
Lelah memikirkan, seperti apa orang-orang ini mengajar dalam
kesaharian mereka. seperti apakah mereka memperlakukan aktivitas belajar di
kelas. Marahkah mereka ketika seorang murid berkata; “saya belajar untuk ijazah”.
Murkakah mereka ketika murid menyontek seperti yang baru saja mereka lakukan
dalam kelas-kelas perguruan tinggi. Untuk apakah mereka mengajar; semata-mata
untuk gajikah? Siapakah yang bisa menyadarkan mereka itu, Tuhan?
Barangkali
inilah dunia yang mesti dimaklumi walau tak pernah bisa dipahami…
2 komentar:
Ganas
ya, agak ganas sedikit
Posting Komentar
silahkan komentari tulisan ini