“SAYANG(?)”

Sabtu, 07 Januari 2012

| | |

Sama seperti urusan lainnya, mengungkapkan dan menunjukkan rasa sayang juga mesti cerdas. Sayang yang tak cerdas alih-alih akan menghidupkan, malah akan menghancurkan bahkan sampai membunuh. Jika ini terjadi tentu saja menjadi tragedi yang amat pahit, jauh lebih pahit dari rasa pahit pekat Burcea Javanica.

Tentang urusan ini, agaknya orang dewasa sering tergelicir. Atas nama sayang, orang-orang dewasa memperkenankan segala urusan yang diminta sang anak. Lihatlah jalanan, kanak-kanak belum genap kelas enam esde-pun sudah sangat terbiasa lalu lalang dengan kendaraan roda dua. Tak jarang pula anak esde memboncengi bapak-ibunya. Kebanyakan orang tua pun tak lagi berpikir panjang mempercayakan sepeda motor kepada sang anak. Bahkan, beberapa orang papa nekat untuk mengakali peraturan agar  anaknya bisa memeperoleh SIM lebih cepat. “Demi anak, agar mudah pergi sekolah, demi mereka, karena kami sayang mereka”, begitulah yang terlucur dari mulut orang-orang tua itu.

Seperti kata tadi; sayang yang tak cerdas bukannya memajukan, malah akan membunuh. Mayoritas kecelakaan roda dua melibatkan anak-anak dan remaja. Prihatin betul melihat gemilang masa muda harus berantakan dan usai karena tragedi kecelakaan yang seharusnya tak pernah terjadi. Tidakkah kita yang lebih tua ini merasa malu dan bersalah melihat fakta menyedihkan ini menari-nari terkekeh, menertawakan kebodohan kita tentang kasih sayang.

Tragisnya ketika anak-anak yang di bawah umur itu di-tilang polisi lalu lintas. Orang tua absurd itu masih-masih sempatnya membela di persidangan; “dia terburu-buru pak hakim, makanya saya kasih pinjam itu sepeda motor…”. Tak heran kalau pak hakim sampai naik darah dan menerapkan hukuman yang lebih berat dari rata-rata orang kebanyakan. Orang tua absurd ini bukannya tersadar, malah memasang wajah sinis.  

Sesungguhnya kasih sayang adalah demi kehidupan dan kemajuan, baik bagi yang menyayangi maupun yang disayangi; orang tua dan anaknya. Sayang tidaklah selalu mengusahakan agar senyum selalu tersungging, terkadang malah harus membuat air mata tertumpah. Air mata itu tentu saja air mata yang membuat anak-anak muda itu bisa berpikir lebih lurus. Seumpama menempa besi, suatu saat harus dicelup pada air yang lembut, pada saat yang lain harus dipukul sekuat daya. Oleh karena itu, biarlah tangis lulung sang anak terdengar hingga sela-sela awan cumulus, dari pada harus menuruti kehendak-kehendak yang tak patut.
    

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini