hidup

Kamis, 31 Maret 2011

| | | 0 komentar
mewujudkan ambisi pribadi tanpa menelikung orang lain untuk memberi manfaat kepada sesama, pada saat tertentu butuh bersimpuh pasrah di atas sajadah...

“Bimbingan membaca lafaz tauhid pada saat sekarat”

Senin, 28 Maret 2011

| | | 0 komentar
Tuhan telah menciptakan kehidupan seperti rumah, dimana di dalamnya ada banyak ruang, tapi tak satu ruanganpun disediakan untuk orang-orang yang sombong.

Bagi seorang butapun, terdapat banyak ruang peran dimana ia bisa berkiprah dengan keterbatasan yang ia miliki, tukang pijat, misalnya. Sebuah pepatah Minangkabau mengatakan bahwa orang buta sekalipun tetap punya peran dalam kehidupan, “minimal” menjadi peniup api di tungku pembakaran, dimana kendala terbesar adalah perihnya mata karena asap, maka yang buta dianggap tak akan merasakan perih di mata. Bahkan kenyataan menunjukkan bahwa saudara-saudara kita yang buta, dengan gagah berani menaklukan seluruh tantangan sehingga sampai pada sebuah pencapaian dimana tak banyak orang yang mencapainya, bahkan oleh orang normal sekalipun. Banyak di antara mereka yang menolak menjadi tukang pijat dan peniup tungku atau peran-peran minimal lainnya. Mereka memilih untuk belajar dan kuliah layaknya orang normal, bahkan sampai ke luar negeri sana, lalu memilih untuk menjadi seperti apa yang mereka inginkan. Luar biasa dan angkat topi banyak-banyak buat mereka.

"agaknya kita harus lebih sering jalan kaki"

Rabu, 09 Maret 2011

| | | 0 komentar
Kehidupan kita tak ubahnya bagai air yang selalu mengucur pada sebuah gelas. Awalnya air perlahan memenuhi gelas, walau sudah penuh, kucuran tak berhenti hingga akhirnya tumpah. Air lama terdesak keluar, posisinya digantikan air baru, begitulah seterusnya hingga dunia menemui kiamatnya. Kemunculan suatu hal kan selalu diikuti oleh tersingkirnya pemain-pemain lama. Segalanya kan terus berubah dan tak kan pernah berhenti untuk berubah. Tak salah kalau orang bilang bahwa sesuatu yang tetap dan tak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri, ia selalu ada seiring waktu berjalan.

“DENGARKANLAH KAMI”

Senin, 07 Maret 2011

| | | 0 komentar
Bapak dan Ibu yang Terhormat
Sudah seminggu lebih berlalu dan ini telah terjadi beberapa kali, kami lihat kalian masih sibuk. Sibuk berpikir, memikirkan bahwa si anu sebaiknya dikeluarkan atau tidak. Sibuk menakar, sebaiknya si fulan dijadikan kawan atau tidak. Sibuk melobi, sebaiknya posisi itu untuk kami saja. Entah berapa banyak energy, pikiran, waktu dan juga uang untuk menyelesaikan itu semua. Entah berapa banyak. Entah sampai kapan.

Bapak Ibu yang Pintar
Maukah dan sempatkah kalian mendengar? Mendengarkan keluh kesah kami, kami yang di bawah sini, yaitu kami yang bekerja menggadai badan dan mengadu nyawa dari shubuh hingga gelap. Tidakkah Bapak Ibu merasa terganggu, jika tiba-tiba kami datang mengadu di saat-saat Bapak Ibu sibuk memikirkan segala sesuatu tentang untung rugi berkoalisi dan beroposisi.