Galibnya, kesalahan adalah hal yang lumrah. Tapi menjadi tak
biasa jikalau si pembuat kesalahan menunjukkan wajah tak bersalah di hadapan
khalayak, padahal baru saja membunuh banyak orang. Caci maka dan hujatan publik
saentero nusantara terasa wajar mengingat sikap antagonisme menjijikkan yang
telah ia tunjukkan. Cuek tak berempati, sempat marah membela diri di hadapan
kamera, lalu berponsel dengan pembawaan santai, sementara tangis, darah dan
ratapan berbuncah akibat ulahnya.
Manusia dan kesalahan seperti tubuh dan jantung, tak akan
pernah bisa terpisah. Laku kesalahan adalah salah satu laku dasar manusia,
karena itu menegasikan sifat salah dan khilaf manusia adalah sebuah
kemustahilan. Tak lama setelah diciptakan, Nabi Adam tak dapat mengingkari
kodrat ini, ia melanggar ketentuan Tuhan, dan jelas saja itu adalah sebuah
kesalahan. Jika saja ada manusia yang lepas bebas dari berbuat kesalahan, maka -meminjam
istilah Andrea Hirata- seekor berukpun
sudah dapat melamar pekerjaan menjadi ajudan bupati.
Sesungguhnya dunia ini dengan segala pencapaiannya adalah
hasil dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan manusia. Tentu saja bentuk-bentuk
kesalahan yang dimaknai secara bijak. Orang hebat yang bernama Tuan Edisson
telah melakukan ribuan kesalahan, hingga akhirnya kita bisa menikmati
gedung-gedung berlampu. Cerita tentang bagaimana kesalahan melahirkan hal-hal
bermakna, tentu bukan tentang Tuan Edisson seorang saja, tapi tentang banyak
orang lain yang telah berjasa terhadap pencapaian peradaban saat ini. Sampai disini
kita dapat meyakini bahwa Tuhan maha adil, kesalahan Ia persandingkan dengan
kesadaran dan itulah sumber kekuatan nan sangat hebat.
Orang bijak berkata; bukan tentang kesalahannya, tapi
tentang bagaimana cara memperbaikinya. Inilah bentuk kesadaran itu. Bahwa
kesalahan adalah lumrah, maka tak usahlah terpaku, tapi bagaimana bersikap
bijak terhadap apa yang telah terlanjur terjadi; bagaimana memperbaikinya.
Ini selaras dengan apa yang disabdakan Nabi bahwa setiap orang berbuat salah,
sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat. Taubat tidaklah sekedar
menunjukkan penyesalian dan minta ampun, tapi ini adalah tentang perbaikan-perbaikan
yang harus dilakukan. Jika nasi sudah menjadi bubur, maka bubur yang tak
dikehendaki itupun bisa menjadi nikmat untuk disantap, tergantung bagaimana
kita bersahabat dengan bubur itu.
Maka, tak boleh ada ketakutan yang berlebihan terhadap
kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang kita lakukan adalah pertanda kita masih
manusia, jikalau masih manusia, maka ada
peluang untuk menjadi lebih mulia dari seorang malaikat. Bagaimana tidak,
memperbaiki kesalahan adalah usaha yang tidak mudah walau bukan hal yang
terlalu berat-berat amat, dan seorang malaikat tak pernah tahu hal ini.
Selalu ada hal-hal baik dari sebuah kesalahan yang disadari. Sekali lagi, tak
usah takut jika terlanjur berbuat salah, berdoalah kepada Tuhan dengan khusyu’,
agar jikalau suatu saat nanti salah dan khilaf, cepat sadar dan bisa segera
mengambil langkah untuk memperbaiki keadaan, walau sekecil apapun langkah itu.
Lalu berdoalah kembali agar tidak menjadi seperti “si pengemudi xenia” yang –sekali
lagi- betul-betul antagonis!
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari tulisan ini