“Bersahabat Dengan Bubur”

Rabu, 25 Januari 2012

| | |
Galibnya, kesalahan adalah hal yang lumrah. Tapi menjadi tak biasa jikalau si pembuat kesalahan menunjukkan wajah tak bersalah di hadapan khalayak, padahal baru saja membunuh banyak orang. Caci maka dan hujatan publik saentero nusantara terasa wajar mengingat sikap antagonisme menjijikkan yang telah ia tunjukkan. Cuek tak berempati, sempat marah membela diri di hadapan kamera, lalu berponsel dengan pembawaan santai, sementara tangis, darah dan ratapan berbuncah akibat ulahnya.

Manusia dan kesalahan seperti tubuh dan jantung, tak akan pernah bisa terpisah. Laku kesalahan adalah salah satu laku dasar manusia, karena itu menegasikan sifat salah dan khilaf manusia adalah sebuah kemustahilan. Tak lama setelah diciptakan, Nabi Adam tak dapat mengingkari kodrat ini, ia melanggar ketentuan Tuhan, dan jelas saja itu adalah sebuah kesalahan. Jika saja ada manusia yang lepas bebas dari berbuat kesalahan, maka -meminjam istilah Andrea Hirata-  seekor berukpun sudah dapat melamar pekerjaan menjadi ajudan bupati.
Sesungguhnya dunia ini dengan segala pencapaiannya adalah hasil dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan manusia. Tentu saja bentuk-bentuk kesalahan yang dimaknai secara bijak. Orang hebat yang bernama Tuan Edisson telah melakukan ribuan kesalahan, hingga akhirnya kita bisa menikmati gedung-gedung berlampu. Cerita tentang bagaimana kesalahan melahirkan hal-hal bermakna, tentu bukan tentang Tuan Edisson seorang saja, tapi tentang banyak orang lain yang telah berjasa terhadap pencapaian peradaban saat ini. Sampai disini kita dapat meyakini bahwa Tuhan maha adil, kesalahan Ia persandingkan dengan kesadaran dan itulah sumber kekuatan nan sangat hebat.
Orang bijak berkata; bukan tentang kesalahannya, tapi tentang bagaimana cara memperbaikinya. Inilah bentuk kesadaran itu. Bahwa kesalahan adalah lumrah, maka tak usahlah terpaku, tapi bagaimana bersikap bijak terhadap apa yang telah terlanjur terjadi; bagaimana memperbaikinya. Ini selaras dengan apa yang disabdakan Nabi bahwa setiap orang berbuat salah, sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat. Taubat tidaklah sekedar menunjukkan penyesalian dan minta ampun, tapi ini adalah tentang perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan. Jika nasi sudah menjadi bubur, maka bubur yang tak dikehendaki itupun bisa menjadi nikmat untuk disantap, tergantung bagaimana kita bersahabat dengan bubur itu.
Maka, tak boleh ada ketakutan yang berlebihan terhadap kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang kita lakukan adalah pertanda kita masih manusia, jikalau masih manusia, maka  ada peluang untuk menjadi lebih mulia dari seorang malaikat. Bagaimana tidak, memperbaiki kesalahan adalah usaha yang tidak mudah walau bukan hal yang terlalu berat-berat amat, dan seorang malaikat tak pernah tahu hal ini. Selalu ada hal-hal baik dari sebuah kesalahan yang disadari. Sekali lagi, tak usah takut jika terlanjur berbuat salah, berdoalah kepada Tuhan dengan khusyu’, agar jikalau suatu saat nanti salah dan khilaf, cepat sadar dan bisa segera mengambil langkah untuk memperbaiki keadaan, walau sekecil apapun langkah itu. Lalu berdoalah kembali agar tidak menjadi seperti “si pengemudi xenia” yang –sekali lagi- betul-betul antagonis!

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini