Ketika sedang menikmati sarapan pagi, tiba-tiba mertua datang tergopoh-gopoh. Ia mengabarkan bahwa orang yang sedianya menyembelih sapi korban urung datang, entah apa sebabnya. Pendek kata, aku diminta untuk melakukan penyembelihan. Aku menyanggupi tapi sekaligus heran, tidak adakah orang lain di kampung ini yang mampu menyembelih, mengingat urusan sapi bisa dikatakan sudah jadi urusan sehari-hari mereka. Buktinya, baru saja penyembelihan dilakukan, para penduduk bekerja sangat cekatan, seluruh jenis pisau mereka punya, maka tak heran kalau mereka berhasil bekerja dalam waktu yang tak lama.
Setelah
menyembelih sapi korban yang jumlahnya sembilan ekor, aku berusaha mencari
informasi, apa yang menyebabkan orang-orang enggan menyembelih sapi. Ternyata
bukan teknis penyembelihan yang tidak mereka tahu, tapi inilah alasannya;
“kajinya tak dapat oleh kami”.
Kaji?
Kaji seperti apa yang menghalangi orang-orang ini, aku masih tak mengerti.
Seolah paham dengan keherananku mereka langsung mengemukakan alasan; “bacaannya
banyak, arab semua, tak hapal kami”
“Oh
Tuhan!” teriakku dalam hati. Siapakah yang telah mengajarkan bahwa untuk sapi
korban ada banyak “bacaan arab” yang mesti dirapalkan. Bukankah cukup dengan
basmalah sepenuh hati, penyembelihan dapat dilakukan?
###
“Penambahan-penambahan telah membuat urusan
agama terlihat sulit” Begitulah kata Pak Yufni Faishol ketika mengajari kami
tata cara “mancabiak kapan” alias menata kain kapan. “Contohnya urusan ini,
termasuk urusan memandikan jenazah itu” kata pak Faishol disela-sela kesibukan
mengarahkan kami tentang bagian mana yang mesti dicabik, “tidak perlu
zikir-zikir khusus seperti yang dikatakan mereka-mereka itu, mulai saja dengan
basmalah!”. Aku manut-manut mendengar penjelasan pak Faisol. “Urusan agama
telah dibikin sulit oleh sebagian orang” pak Faisol memberikan pernyataan, dan
ada nuansa kemarahan dalam suaranya.
Itulah
yang langsung teringat ketika mendengar ketakutan orang-orang akan
“bacaan-bacaan arab”. Penambahan-penambahan, memang telah membuat urusan agama
menjadi berat untuk orang-orang. Padahal agama kita ini simple, sederhana saja
untuk diterapkan, walaupun tidak boleh digampang-gampangkan. Namun, beberapa
orang membuatnya terlihat sulit.
Masyarakat
harus berubah, dan untuk sebuah perubahan pasti ada banyak halang rintang,
karena bukan tak mungkin ada pihak-pihak yang jadi gerah. Oleh karena itu harus
ada orang-orang yang berani untuk memulainya. Perlu kiranya untuk menjelaskan
hal-hal ini dengan cara-cara yang baik, arif dan tentunya dengan strategi yang
jitu. Sekali lagi, perubahan itu dilakukan harus dengan hati-hati dan
terencana, juga sabar. Untuk kawan pembaca yang terlalu bersemangat untuk
perubahan, maka dunia kita tak akan berubah seperti yang kawan inginkan dalam
waktu semalam.
Tarusan
7 November 2011, ketika setelah beberapa hari mentari kembali agak bersinar,
namun hujan-hujan yang kemaren ini masih meninggalkan jejak.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari tulisan ini