“ROK MINI”

Selasa, 20 September 2011

| | |
Bukannya bermaksud genit-genitan dengan membahas-bahas rok mini disini, tapi memang itulah salah satu masalah yang sekarang ini sedang lebay-lebaynya. Gubernur Jakarta menghimbau agar wanita tak menggunakan rok mini, khususnya di atas angkot. Menurut sang gubernur, wanita dan rok mininya dapat mengundang kejahatan. Tak ada yang salah dengan logika sang Gubernur bahwa wanita yang memakai rok mini dapat memancing khayalan nakal orang-orang, di antara para pengkhayal itu, bukan tak mungkin ada lelaki nekat kurang iman yang cukup bernyali mewujudkan khayalannya. Akan tetapi para wanita pecandu rok mini tak terima, merasa tersinggung mereka melakakukan domonstrasi dengan menggunakan rok mini. Salah satu slogan mereka : “don’t tell us how to dress, tell them not to rape!”. Tak disangka betul, sesuatu yang mini seperti rok mini menjadi masalah besar dalam kehidupan, bahkan sampai-sampai harus berdemo segala. Salah satu persoalan (tak) penting yang membuat kehidupan menjadi ramai adalah interpretasi orang-orang tentang keindahan atau seni –dalam hal ini keindahan berbusana- dan sejauh mana interprtasi itu berpengaruh terhadap orang lain. Cukup banyak orang yang berpaham bahwa indah berbusana adalah membuka bagian-bagian tertentu dari tubuh. Pemahaman ini melahirkan busana-busana mini dan juga minim. Inilah seni! itulah yang seringkali mereka agungkan ketika berbusana dengan busana serba mini dan minim. Pemahaman ini diperkuat lagi dengan argumen bahwa seni adalah hak setiap manusia, dan tak ada seorangpun (bahkan Tuhan?) yang berhak membatasi selera seni mereka. Masalahnya adalah, ketika seni ala mereka membuat para pria pusing tujuh keliling. Sebagian pria mengatakan bahwa itu adalah gangguan, sebagian lagi mengatakan itu sebagai kenikmatan. Bagi pria-pria yang mencoba menikmati, tak jarang harus dapat makian super kasar dari si wanita ; dasar otak kotor loe!. Nah? Tak pula dapat dipungkiri bahwa sebagian wanita menikmati situasi dimana mata para pria harus terjerat pada tubuh mereka. Tak percaya? Lihatlah di iklan-iklan, bukankah banyak adegan yang menunjukkan seorang wanita senyum-senyum secara misterius, ketika ada pria yang ternganga melihat gaya mereka. Akan tetapi, ketika si pria-ternganga tak puas dengan hanya menganga tapi ingin sesuatu lebih nyata, bagaimanakah rekasi si wanita? Pasti tak rela bukan? Semuanya sudah terlanjur jadi masalah, tepatnya masalah yang tak pernah terselesaikan. Rok mini dan saudara-saudaranya yang lain sudah terlanjur menjadi gaya, argumentasi HAM juga melindungi para pemakainya secara mutlak. Jika suatu saat terjadi kejahatan atas pemakai rok mini, maka si pemakai tetap tak bisa disalahkan, karena jika saja ada yang berani mengatakan ; “anda juga sih, pakaiannya begitu”, maka pasti akan ada demo besar (seperti kemaren ini). Kalau sudah begini, siapa yang tak pusing. Harapan penulis : mudah-mudahan kelompok pemakai pakaian mini dan minim yang tersinggung dengan tulisan ini tak berdemo di depan rumah

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini