Satu hal yang mesti selalu kita sadari adalah bahwa kehidupan ini demikian rumitnya. Tidak sederhana seperti dulu lagi. Sebuah peristiwa dapat saja mengandung latar belakang yang berbeda dari latar yang kita pikirkan. Jika tiba-tiba melihat televisi menjadi lebih relegius, mungkin kita menyimpulkan bahwa mereka hendak menghormati bulan suci Ramadhan. Tapi kesimpulan seperti itu bukanlah kesimpulan tunggal, beberapa orang beranggapan bahwa kebanyakan siaran televisi bukan untuk menghormati bulan suci, tetapi hanya bentuk komersialisasi bulan suci demi meraih keuntungan ekonomis, intinya Ramadhan adalah sebuah komoditas yang amat laku diperdagangkan saat ini. Jikalau memang seperti ini adanya, maka tak salah tokoh Pak RW dalam sinetron PPT 5 berkata ; “semakin dekat dengan Tuhan, semakin besar peluang bisnisnya”.
Salahkah meraup keuntungan ekonomis yang lebih baik di bulan Ramadhan ini? Agama selalu menyuruh manusia agar menjadi orang-orang yang beruntung. Aktivitas mencari keberuntungan itu di atur oleh banyak rambu-rambu. Namun satu hal yang pasti, bahwa apapun pekerjaannya, segalanya harus berdasarkan taqwa kepada Tuhan. Barangkali di sinilah masalahnya. Bilamana kita mencari uang hanya berdasarkan alasan-alasan pragmatis dengan mengenyampingkan aturan Tuhan dan idealisme, aturan Tuhan itu baru dipakai jika bisa menguntungkan, maka ketika itulah kita menjadi orang munafik. Manusia dengan wajah ganda yang menyimpan banyak maksud tersembunyi dalam tindakan dan lakunya. Jika masih bingung bagaimana persisnya karakter seperti ini, kalau ada waktu, amatilah tokoh pak RW dalam sinetron PPT 5. He he he he.
Potensi kemunafikan itu sesungguhnya hidup dalam diri setiap kita. Ketika berbohong atau membohongi diri dan menegasikan suara hati, maka kita sudah bermain-main ditepi jurang kemunafikan. Bukannya tidak tahu tentang bahwa itu adalah sebuah dosa, tapi sejumput keuntungan telah menggoda kita untuk melakukannya. Ya, manusia memang lemah, seringkali tergoda untuk mengerjakan laku-laku kemunafikan, namun itulah gunanya kalimah-kalimah istighfar, agar bisa minta sedikit pengampunan dan sekaligus berjanji dihadapan Tuhan untuk menahan dan melatih diri sekuat usaha agar tidak mengerjakan lagi.
Tiada yang tahu persis siapa yang hidup dengan kemunafikan, selain Tuhan, hanya diri kitalah yang tahu benar hal itu. Khutbah dan ceramah tak pernah dapat mengubah, hanya kesadaran dan niat untuk berubah yang dapat mengantarkan diri menjadi orang yang lebih baik, lebih tulus, lebih jujur dan tentunya lebih beruntung. Jika niat telah dapat membuat kita kuat menahan haus dan lapar dari fajar suntuk hingga senja magrib, maka sudah saatnya niat dapat membuat kita menjadi orang yang lebih baik, tidak hanya hingga berbuka dan lebaran esok, tapi sampai mati nanti…
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentari tulisan ini