“Gesture Berbentuk U yang Menguji”

Jumat, 15 Juli 2011

| | |
Negara kita ini, belumlah pantas disebut negara maju. Tak perlu menjadi professor ekonomi untuk punya pendapat demikian. Pasar-pasarnya masih berantakan, tak seperti pasar-pasar di Jepang yang seringkali kita lihat di tv ; tempat jual ikan saja bersihnya seperti teras masjid. Jalan-jalan masih banyak lubang, di antara lubang-lubang itu telah ada sejak zaman Jepang. Oleh karena itu, ketika mengendarai kendaraan engkau tak bisa sambil tralala-trilili, harus esktra waspada kalau tak ingin celaka sendirian. Sangat banyak sekali orang miskin, telah miskin sejak dulu, sejak masa nenek moyang, dan entah sampai kapan lagi harus menjadi miskin, walau sudah bangun sejak pagi-pagi buta untuk mecari nafkah bahkan ketika ayam jantan masih tertidur lelap.

Memaki-maki pemerintah adalah pilihan yang cukup banyak digunakan orang-orang untuk meluapkan kekesalan terhadap situasi ini. Kalau tak percaya, sekali-sekali pergilah ke kedai kopi, dengarlah bagaimana bapak-bapak berkomentar tentang pemerintah, komentar kebanyakan mereka sinis dan tajam, lebih tajam dari pedang zulqarnain milik Sahabat Ali yang melegenda itu. kalau memang tertarik dengan saranku yang ini, sebaiknya kawan hati-hati memilih kedai kopi, maklum, kebanyakan kedai kopi (yang tinggal sedikit) adalah tempat bermain domino, dan orang-orang itu tak tertarik membicarakan apapun selain batu-batu domino mereka.


Pemerintah tampaknya harus maklum akan sinisme rakyat kecil terhadap mereka, karena tampaknya sinisme itu cukup beralasan. Namun, menyalahkan pemerintah sepenuhnya terhadap kondisi kita ini tentu bukan tindakan yang bijak. Maju dan tidaknya sebuah negara, selain tergantung kepada kebijakan pemerintah, juga sangat tergantung pada sikap warga negara. Tentang sikap inilah, aku merasa kita semua agak kedodoran.

Akhir-akhir ini, supir truk dan pengusaha angkutan protes keras terhadap pembatasan tonase. Argumen mereka adalah, jikalau dibatasi ongkos angkut akan semakin bertambah dan pendapatan mereka akan berkurang. Sementara kebijakan gubernur punya tujuan jelas, agar jalanan tak rusak lebih cepat, sehingga tak menguras anggaran pemerintah untuk sering-sering memperbaikinya. Kebijakan ini tampaknya didukung penuh oleh ahli-ahli ekonomi yang biasanya suka mengkritik pemerintah. Nah, ternyata akhir-akhir ini para wartawan mencium gelagat tak menyenangkan, ada truk yang melebih tonasi tetap diperbolehkan jalan, kenapa? Ternyata supir dan pemilik truk telah melakukan bisik-bisik rahasia dengan petugas di lapangan. Ha ha ha ha,! Kapan lagi negera ini mau maju!
888
Ada jenis jalan raya yang jalurnya hanya dipisahkan oleh marka jalan berbentuk gari s putih putus-putus di bagian tengah jalan. Jenis yang lain adalah jalan yang sengaja dibangun di bagian tengahnya pemisah jalur. Umumnya, pemisah jalur ini selain berfungsi sebagai pemisah jalan, juga dijadikan taman, taman di tengah jalan. Pada jarak tertentu, terdapat bukaan jalur yang berfungsi sebagai tempat bagi kendaraan untuk pindah jalur. Bukaan itu disebut juga dengan U-turn karena gesturenya berbentuk huruf U, aku telah nyaman menyebutnya dengan leter U, tak apalah penyebutan itu, walau salah yang penting bisa dimengerti.

Pada salah satu ruas jalan yang ada di kota ini, terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Kebenaran, (di samping masjid juga terdapat persimpangan jalan yang ramai dilalui warga). Nah, masjid ini (juga persimpangan disamping masjid) kebetulan terletak dekat leter U. Walau hanya lima-sepuluh meter dari gerbang masjid, leter U itu terletak pada sebelah kanan pengedara jika posisi pengendara keluar dari halaman masjid (atau keluar persimpangan). Oleh karena itu, jika ingin pindah jalaur pada tempat terdekat, pengendara harus melawan arus lalu lintas terlebih dahulu sepanjang lima-sepeluh meter, baru ketemu leter U-nya. Namun jika ingin menuruti peraturan lalu lintas yang berlaku, yaitu dengan tidak melawan arus lalu lintas, kita harus menempuh perjalanan hampir setengah kilo untuk mendapatkan leter U supaya bisa pindah jalur.

Nah, ini adalah sebuah dilema. Kita dihadapakan pada pilihan sulit, efesiensi dengan melabrak peraturan dan atau menuruti aturan tapi mengorbankan sekian waktu dan bahan bakar. Sebenarnya pilihan pertama cukup riskan, kemungkinan terjadi kecelakaan lalu lintas sangat besar, tetapi sampai saat ini, setelah bertahun-tahun hal demikian dipraktekkan, tak pernah terjadi kecelakaan lalu lintas.

Maka, tinggal pilih yang mana, efesiensi dengan menempatkan diri sebagai pelanggar atau menuruti aturan dengan mengorbankan sekian waktu dan bahan bakar. Yang jelas, ketika kita memilih efisiensi, kita berada pada posisi yang sama persis dangan sopir dan pemiliki truk yang melakukan bisik-bisik dengan petugas.

Ah, tak pernah terbayangkan sebelumnya jika Tuhan menguji keberadaban kita melalui sebuah leter U, seperti sekarang ini…

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini