BATU

Jumat, 13 Mei 2011

| | |

Jika ada sebuah benda yang demikian keras dan kukuh, sangat sulit memecahkan dan membentuknya, karena susunan molekul-molekulnya demikian alot, kaku dan padat, maka pasti benda yang dimaksud bernama BATU.
Maka sudah sejak dulu kala, manusia telah menjadikan batu sebagai lambang sempurna dari sesuatu yang keras, kaku, cuek, tak mau diatur dan segala macam konotasi negatif lainnya. Terlalu banyak ungkapan-ungkapan lisan yang menggunakan batu sebagai metaforrnya dengan maksud hendak menggambarkan suatu hal yang negative dan mengesalkan. “Kepala batu” misalnya, orang seperti ini adalah orang yang tak mau sedikitpun menerima pandangan-pandangan baru dari orang lain, ia bersikukuh dengan pandangan pribadinya yang tak masuk akal itu. “Muka tembok” adalah lebih parah lagi –tembok kan juga dari batu-. Si Muka tembok adalah koruptor yang masih sempatnya mangaku tak bersalah pada sesi jumpa pers usai sidang. Si muka batu juga merupakan artis yang hamil di luar nikah tapi merasa tak bersalah dan tersenyum lebar bahagia menyambut kehamilannya, parahnya itu dilakukan di depan kamera!. Si muka batu adalah seorang pengurus organisasi sepak bola yang merasa benar sendiri. Pokoknya banyak lah contoh si muka batu ini, mudah-mudahan kita nggak ya…

Ada lagi ungkapan bernuansa bebatuan yang lain, yaitu “hatinya kaku seperti batu”. Ini adalah lambang dari orang-orang yang sama sekali tak berperasaan. Segalanya ditimbang berdasarkan perhitungan matematis dan argumen formal tanpa sedikitpun mengeluarkan rasa. Padahal masalah hidup ini tidaklah selesai dengan hitungan matematis belaka. “Rasa” wajib dipakai sesuai dengan dosis yang tepat, sama halnya dengan logika. Untuk hati kaku seperti batu ini, bolehlah kita melihat contoh pada anggota DPR yang bersikukuh membangun gedung baru yang super mewah itu. Sah-sah saja mereka mengatakan bahwa segala tahapan dan aturan formal dalam pembangunan gedung baru telah dijalankan sepenuhnya, tapi lihatlah itu, masih sangat banyak rakyat yang tak punya rumah. Jangankan tempat tinggal, untuk makan secara layak-pun masih seperti mimpi yang entah kapan terwujudnya. “Si hati batu” juga identik dengan hati yang tak menerima kebenaran.
Perenang gaya batu, adalah si bodoh yang tak pandai berenang tapi nekat terjun ke lubuk, langsung tenggelam, tak kembali ke permukaan. Mencari jasadnya, susah minta ampun!
Kawan, tahukah engkau, bahwa batu teryata tak sesadis yang dibayangkan? Tahukah engkau bahwa kata-kata “batu” tak sepenuhnya cocok untuk mewakili karakter-karakter memuakkan seperti yang tadi telah kuceritakan? Karena beginilah Tuhan berfirman (yang artinya) : “Lalu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Sedangkan batu, sugguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya, sungguh ada pula yang pecah lalu mengalirkan mata air, sungguh ada yang pula yang jatuh menggelinding karena takut/tunduk kepada Allah…” QS 2 : 74.

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini