“...Tahu tapi Lupa”

Senin, 03 Januari 2011

| | |

Abih cakak baru takana silek … (pepatah minangkabau)
Tersebutlah seorang murid yang belajar ilmu silat, bermacam jurus telah dikuasai dengan baik. Dalam laga-laga pada latihan silat, ia mampu menerapkan seluruh jurus untuk meraih kemenangan. Performa sang murid begitu sempurna dan nyaris tanpa cela. Suatu hari, entah bagaimana ceritanya, si murid terlibat perkelahian yang sebenarnya. Keanehan terjadi, pada perkelahian itu, si murid yang berbakat amburadul makan tangan dan kaki lawannya. Tak sedikitpun mengesankan bahwa sang murid malang yang amburadul itu pernah berlatih silat. Setelah perkelahian itu usai, dengan bibir bengkak dan badan sakit-sakitan, ia berpikir sendirian ; ah seharusnya saya keluarkan jurus ini dan itu, harus begini dan begitu. Habis/selesai perkelahian baru ingat olehnya silat. Kondisi-kondisi serupa inilah yang dimaksud oleh pepatah Minangkabau yang ku tulis nun di atas sana.
# # #
Siang ini, ku berkesempatan becerita kesana-kemari bersama seorang kawan. Da Jup kupanggil dirinya. Ia lahir tahun enam puluh sembilan. Tapi jangan salah, walau lewat empat puluh, tapi pembawaan Da Jup seperti tiga puluh tahun. Baru beberapa bulan ini ku kenal ia. Badannya tinggi besar, wajahnya jenaka, apalagi gaya bicaranya, juga jenaka. Walau jenaka, wajahnya ganteng. Kulitnya kuning. Orangnya santai. Buktinya, walau lebih empat puluh ia tetap memintaku memanggilnya dengan sebutan Uda, bukan Pak.

Salah satu yang khas dari sosok Da Jup adalah sepeda motornya. Merek sepeda motor itu Supra. Tak lagi punya lampu rem. Agak kumal, mungkin karena motor lucu dibuat berwarna putih, tapi jarang dicuci. Jika motor itu seorang perawat, maka ia adalah perawat yang masuk dinas menggunakan baju putih yang belum dicuci setelah dipakai bergotong royong membersihkan selokan rumah sakit seminggu yang lalu. Jika Da Jup membawa motor ringkih itu, kulihat motor itu aga tersiksa menampung badan da Jup yang tinggi besar.
Siang ini, aku ingin bercanda dengannya, agar aku bisa menikmati kejenakaannya. Sepeda motor perawan jorok itulah sasaran utamaku.
Kubilang kepadanya bahwa sepeda motornya tak cocok di parkir samping gerbang sekolah, merusak harmoni dan mengganggu pemandangan, kataku. Kutambahkan lagi, lebih baik disamping kamar mandi dibelakang!”. Biasanya pancingan provokativ seperti ini berhasil. Ia hanya senyum-senyum saja. Tak menanggapi sedikitpun. Kuprovokasi lagi “Jual sajalah, dikilo saja, lalu uangnya buat beli mobil” Kalimat ini adalah kalimat yang musykil, mana mungkin bisa beli mobil dari sepeda motor perawat itu. Biasanya Da Jup, akan bergairah menanggapi kalimat-kalimat musykil seperti tadi. Maklum banyak hal yang bisa ditertawakan dari sebuah kemusykilan, dan saya siang ini memang sangat butuh sebuah atau beberapa tawa.
Rekasi Da Jup mulai tampak, dan rupanya kali ini bukan canda yang kudapatkan tapi sesuatu yang lain...
“Eeeeh, jangan sembarangan ya, dulu waktu masih dua puluhan hingga awal tiga puluhan, puas saya pakai mobil !”. Sergah Da Jup. Selanjutnya Da Jup bercerita tanpa bisa dihentikan. Ia mengisahkan bahwa dulu dirinya kemana-mana naik mobil, mobil pribadi, keluaran terbaru pada zamannya. Usahanya tengah mengalami kemajuan pesat. Uang puluhan juta hingga ratusan juta sudah biasa, bahkan sesekali terlibat proyek puluhan milyar rupiah. Dunia di tangan! Begitu istilah Da Jup akan masa lalunya.
Hanya saja ia pailit, bangkrut total, usahanya mati seperti api lilin ditiup badai. Lenyap! Hanya rumah pribadi yang bisa ia selamatkan. Ia bercerita bahwa kebangkrutannya akibat suka minum, judi dan dugem di pub. Bahkan ia dan koleganya pernah menghabiskan delapan puluh juta hanya untuk wara-wiri di pub selama sebulan. Minuman alkoholnya berharga sejuta empat ratus. “Tak lama habisnya sebotol itu” katanya mengenang. Akhir petualangan dugemnya itu setelah usahanya jatuh bangkrut dan ia jatuh sakit, teman hura-hura hilang entah kemana. “Untung saja bini tak ikut-ikutan meninggalkanku”. Tambah Da Jup.
Kenapa bisa begitu uda? Tidakkah uda pergi mengaji waktu kecil? Ikut didikan subuh dan belajar kisah nabi?. Itulah yang kutanyakan kepadanya. Ia langsung menjawab dengan sengit, “saya ini anak minang, tak mungkin tak mengaji, berpetatah petitih pun bisa!”. Akupun diam saja mendengar jawabannya. Jawaban seperti itu tak usah ditanggapi.
Suasana hening sebentar.
Keheningan sesaat itu langsung pecah oleh kata-kata da Jup sendiri, “Abih cakak baru takana silek!”. Kalau ia berbicara seperti itu, artinya ia baru sadar akan kesalahannya begitu ia amburadul dihajar kebangkrutan dan ditinggalkan kawan-kawan minumnya. Lalu ia berkata “sejak kecil Uda tahu apa itu dosa, tapi baru merasa ketika bangkrut. Sejak kecil Uda diajarkan siapa kawan sejati dan siapa yang tidak, baru setelah bangkrut Uda paham. Sejak kecil Uda diajari cara yang baik untuk hidup, tapi setelah bangkrut baru Uda ingat”.
Siang ini ku belajar bahwa seseorang yang punya pengetahuan yang cukup tentang sesuatu bisa saja menjadi hancur karena lupa bagaimana menggunakan pengetahuannya. Padahal pengetahuannya itu khusus dipersiapkan agar ia menghindari kehancuran tersebut. Memang kadangkala kisah hidup manusia kental dengan ironi tak terduga, seperti halnya kisah hidup Da Jup. Kisah Da Jup adalah kisah seorang anak manusia yang tahu tapi lupa. Kisah hidup Da Jup adalah tentang pengetahuan yang terlambat digunakan untuk mengarungi realitas. Ironi ala Da Jup bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dalam bentuk apa saja, bukankah sejarah selalu berulang dengan gaya dan rasa yang berbeda? Tak salah kita untuk selalu berdoa agar jangan pernah lupa. Ihdina Shirath al Mustaqiim, Tuhan pandulah hati kami agar selalu memilih jalan yang lurus.
                                                                          # # #                 
Sebelum berpisah Da Jup bilang, “tenang saja Is, dua tahun lagi Udamu ini akan membeli mobil lagi, usaha setelah bangkrut kembali bergairah, he he he...”

2 komentar:

noerul huda mengatakan...

hiburan yang bermamfaat...
salam kenal dari alumnus mandupa 09
noerul huda temannya ami

isralnaska mengatakan...

terima kasih...
salam kenal juga.

Posting Komentar

silahkan komentari tulisan ini